Friday, April 12, 2013

Untuk Calon Ibu


Ia datang bersama seorang bapaknya. Sudah jelas pasti itu ayahnya. Digandengnya tangannya seraya membawakan tas punggung. Ia masih sangat kecil, mungkin masih duduk di Taman Kanak-kanak. Aku memperhatikan ia yang begitu menggemaskan. Blue jeans yang dikenalan disepadankan dengan kaos mungilnya. Sepatu ketsnya mendukung aktifitasnya hari ini.

“Duduk sini”, samar-samar ku dengar ayahnya mengajak ia duduk di bangku sebelah.

Ia mengangguk angguk dan mencoba duduk manis. Dibukanya menu makanan yang ada di hadapannya. Aku berlagak sibuk sambil sesekali memperhatikannya.

“Mau roti bakaaaaaaaaar”, kayanya sambil menunjuk gambar roti bakar dengan taburan keju

“hmm...masa roti? Nasi aja deh”, jawabnya membuka-buka halaman menu

Aku tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Ada satu hal yang perlu diketahui seorang bapak, bukan hanya seorang ibu. bahwasanya roti terbuat dari karbohidrat, sama seperti nasi. Hanya saja, jumlah karbohidrat pada nasi sedikit lebih bnayak dibandingkan dengan roti.
Aku menikmati hidangan ku yang datang. Teh tubruk menjadi teman yang lengkap dengan hidangan kali ini. Restoran sore ini cukup ramai, beberapa orang berdatangan dan memesan roti bakar. Ku lihat pelayan yang mondar mandir membawa roti bakar diatas nampannya.
Hidangan ku sudah habis. Tapi entah mengapa aku tak ingin beranjak pergi. Niat ku untuk berbelanja di salah satu mall yang ada didaerah Bogor tiba-tiba saja hilang.
Ku tengok meja sebelah. Sang ayah sedang berusaha menyuapi ia. Ia tak mudah untuk diam. Seringkali beranjak dari kursinya dan berlari ke etalase mainan yang ada direstoran tersebut. Mungkin mainan tersebut sangat unik n=baginya di era ini. ya, restoran dengan nuansa jadul ini juga menjual beberapa barang-barang lama dan mainan-mainan lama. Aku suka. Disini, tersedia mainan congklak, mobil-mobilan dari kayu, masak-masakan dari eceng gondok, dan segala sesuatunya yang berbau hand made. Oh ya, masih ingat cokelat ayam jago? Restoran ini menjualnya. Mungkin dulu dapat dijumpai dengan harga 500 rupiah. Tapi sekarang, disini dijual seharga 13000 rupiah per 3 bungkus.  Aku tadi sempat melihat-lihat etalse bagian makanan-makanan yang ngetrend dizamannya.
Aku kembali melirik sebelah meja yang menurutku lebih menarik dari restoran ini. ku lihat anak itu melepas sepatunya dan menaikkan kakinya di kursi. Aku tersenyum melihatnya. Ia yang menurutku calon ganteng tersipu malu dan menutup muka dnegan bantal yang ada dikursi. Satu hal yang menjadi pertanyaan ku adalah: dimana ibunya?

Ku lihat ia sudah tak mau menyantap satu sendok yang diberikan sang ayah. Sang ayah mencoba memaksanya tapi ia tak mau dipaksa. Di biarkannya satu piring besar nasi goreng tergeletak di mejanya. Sang ayah mengerjakan sesuatu dan ia kembali berlarian di dekat etalase mainan.  Satu hal yang terbesit dipikiranku: mungkin ibunya akan datang.
Aku bengong sambil menghabisi teh tubruk yang menjadi andalan restoran ini. mata ku mengarah pada pintu masuk restoran. Seorang perempuan berbaju batik dan kerudung cokelat datang menghampiri meja sebelahku. Dicium dan dipeluknya ia. Ah benar saja. Ibunya datang. Ku tebak, ibunya pasti baru saja pulang kerja. Biasanya, orang kantoran mengenakan baju batik di Hari Jumat.

“Gimana seneng nggak jalan sama ayah?”, kata sang ibu sambil duduk di depan ayah dan ia.

Aku tak mendengar jawaban dari ia. Ia menarik tangan ibunya, mengajak sang ibu melihat-lihat mainan. Kemudian mereka kembali lagi ke ayah dan ketiganya asik mengobrol. A simple happy. Di sudut meja sana kuliah juga seorang ayah bersama seorang anak laki-lakinya. Satu piring roti bakar disantap berdua. Sesekali sang ayah memeluk anaknya. A simple happy. Kata ku lagi dalam hati. Aku mencoba menebak lagi kemana ibunya. Mungkin sedang berbelanja. Tapi aku tak sempat melihat ibunya. Aku harus segera pulang. Aku keluar dari mall menuju terminal. Duduk di deretan 2 kursi di bis adalah pilihan yang tepat ketika pulang sendirian. Aku masih teringat kebahagiaan kecil yang tadi. Segala sesuatunya memang akan terasa menyenangkan jika kita menikmatinya.

“Halo na, ini ibu”, ku dengar perempuan disebrang ku berbicara melalui telefon genggamnya.

Ku rasa, suaranya cukup terdengar disekitarnya. Nada suara perempuan itu begitu menggebu.

“Tadi kamu pakai tempat minum ibu yang Starb*cks? Kok di pake sih? Tadi tuh ibu taro disitu supaya dicuci”, katanya dengan nada tinggi.

Suara disebrang telefon menanggapinya.

“Ya ibu kan biasanya pakai itu na. Kamu tuh, kenapa dipakai sama kamu. Ibu beli itu mahal”.

“Ya masa nggak dicuci-cuci. Kamu taro sekarang, simpen. Mahal itu harganya”, sambungnya, nada suaranya semakin tinggi dan semakin terdengar di bis.

Aku melirik ke arah perempuan itu. Tak ada salam, tak ada kata-kata yang menunjukkan kasih sayang. Mungkin saat sampai dirumah, tak ada pelukan dari ibunya, tak ada ciuman dari ibunya. Sebuah keterbalikan dengan kejadian di restoran tadi. Bahwasanya ada yang lebih penting dari sekadar tempat minum mahal. dan tak selamanya segala hal dapat dibeli dengan uang. Apalah arti sebuah tempat minum mahal. untuk kamu yang akan menjadi seorang ibu, akan ada di posisi yang manakah?

Selamat berakhir Pekan!

Cheers,

2 comments: