Ia datang bersama seorang bapaknya. Sudah jelas pasti itu
ayahnya. Digandengnya tangannya seraya membawakan tas punggung. Ia masih sangat
kecil, mungkin masih duduk di Taman Kanak-kanak. Aku memperhatikan ia yang
begitu menggemaskan. Blue jeans yang dikenalan disepadankan dengan kaos
mungilnya. Sepatu ketsnya mendukung aktifitasnya hari ini.
“Duduk sini”, samar-samar ku dengar ayahnya mengajak ia
duduk di bangku sebelah.
Ia mengangguk angguk dan mencoba duduk manis. Dibukanya menu
makanan yang ada di hadapannya. Aku berlagak sibuk sambil sesekali
memperhatikannya.
“Mau roti bakaaaaaaaaar”, kayanya sambil menunjuk gambar
roti bakar dengan taburan keju
“hmm...masa roti? Nasi aja deh”, jawabnya membuka-buka halaman
menu
Aku tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Ada satu hal yang
perlu diketahui seorang bapak, bukan hanya seorang ibu. bahwasanya roti terbuat
dari karbohidrat, sama seperti nasi. Hanya saja, jumlah karbohidrat pada nasi
sedikit lebih bnayak dibandingkan dengan roti.
Aku menikmati hidangan ku yang datang. Teh tubruk menjadi
teman yang lengkap dengan hidangan kali ini. Restoran sore ini cukup ramai,
beberapa orang berdatangan dan memesan roti bakar. Ku lihat pelayan yang mondar
mandir membawa roti bakar diatas nampannya.
Hidangan ku sudah habis. Tapi entah mengapa aku tak ingin
beranjak pergi. Niat ku untuk berbelanja di salah satu mall yang ada didaerah
Bogor tiba-tiba saja hilang.
Ku tengok meja sebelah. Sang ayah sedang berusaha menyuapi
ia. Ia tak mudah untuk diam. Seringkali beranjak dari kursinya dan berlari ke
etalase mainan yang ada direstoran tersebut. Mungkin mainan tersebut sangat
unik n=baginya di era ini. ya, restoran dengan nuansa jadul ini juga menjual
beberapa barang-barang lama dan mainan-mainan lama. Aku suka. Disini, tersedia
mainan congklak, mobil-mobilan dari kayu, masak-masakan dari eceng gondok, dan
segala sesuatunya yang berbau hand made. Oh ya, masih ingat cokelat ayam jago?
Restoran ini menjualnya. Mungkin dulu dapat dijumpai dengan harga 500 rupiah.
Tapi sekarang, disini dijual seharga 13000 rupiah per 3 bungkus. Aku tadi sempat melihat-lihat etalse bagian
makanan-makanan yang ngetrend dizamannya.
Aku kembali melirik sebelah meja yang menurutku lebih
menarik dari restoran ini. ku lihat anak itu melepas sepatunya dan menaikkan
kakinya di kursi. Aku tersenyum melihatnya. Ia yang menurutku calon ganteng
tersipu malu dan menutup muka dnegan bantal yang ada dikursi. Satu hal yang
menjadi pertanyaan ku adalah: dimana ibunya?
Ku lihat ia sudah tak mau menyantap satu sendok yang
diberikan sang ayah. Sang ayah mencoba memaksanya tapi ia tak mau dipaksa. Di
biarkannya satu piring besar nasi goreng tergeletak di mejanya. Sang ayah
mengerjakan sesuatu dan ia kembali berlarian di dekat etalase mainan. Satu hal yang terbesit dipikiranku: mungkin
ibunya akan datang.
Aku bengong sambil menghabisi teh tubruk yang menjadi
andalan restoran ini. mata ku mengarah pada pintu masuk restoran. Seorang perempuan
berbaju batik dan kerudung cokelat datang menghampiri meja sebelahku. Dicium dan
dipeluknya ia. Ah benar saja. Ibunya datang. Ku tebak, ibunya pasti baru saja
pulang kerja. Biasanya, orang kantoran mengenakan baju batik di Hari Jumat.
“Gimana seneng nggak jalan sama ayah?”, kata sang ibu sambil
duduk di depan ayah dan ia.
Aku tak mendengar jawaban dari ia. Ia menarik tangan ibunya,
mengajak sang ibu melihat-lihat mainan. Kemudian mereka kembali lagi ke ayah
dan ketiganya asik mengobrol. A simple happy. Di sudut meja sana kuliah juga
seorang ayah bersama seorang anak laki-lakinya. Satu piring roti bakar disantap
berdua. Sesekali sang ayah memeluk anaknya. A simple happy. Kata ku lagi dalam
hati. Aku mencoba menebak lagi kemana ibunya. Mungkin sedang berbelanja. Tapi aku
tak sempat melihat ibunya. Aku harus segera pulang. Aku keluar dari mall menuju
terminal. Duduk di deretan 2 kursi di bis adalah pilihan yang tepat ketika
pulang sendirian. Aku masih teringat kebahagiaan kecil yang tadi. Segala sesuatunya
memang akan terasa menyenangkan jika kita menikmatinya.
“Halo na, ini ibu”, ku dengar perempuan disebrang ku
berbicara melalui telefon genggamnya.
Ku rasa, suaranya cukup terdengar disekitarnya. Nada suara
perempuan itu begitu menggebu.
“Tadi kamu pakai tempat minum ibu yang Starb*cks? Kok di
pake sih? Tadi tuh ibu taro disitu supaya dicuci”, katanya dengan nada tinggi.
Suara disebrang telefon menanggapinya.
“Ya ibu kan biasanya pakai itu na. Kamu tuh, kenapa dipakai
sama kamu. Ibu beli itu mahal”.
“Ya masa nggak dicuci-cuci. Kamu taro sekarang, simpen. Mahal
itu harganya”, sambungnya, nada suaranya semakin tinggi dan semakin terdengar di bis.
Aku melirik ke arah perempuan itu. Tak ada salam, tak ada
kata-kata yang menunjukkan kasih sayang. Mungkin saat sampai dirumah, tak ada
pelukan dari ibunya, tak ada ciuman dari ibunya. Sebuah keterbalikan dengan
kejadian di restoran tadi. Bahwasanya ada yang lebih penting dari sekadar
tempat minum mahal. dan tak selamanya segala hal dapat dibeli dengan uang. Apalah
arti sebuah tempat minum mahal. untuk kamu yang akan menjadi seorang ibu, akan
ada di posisi yang manakah?
Selamat berakhir Pekan!
Cheers,
cieee yang calon ibu ;D .. bagus bett dah ceritanya :)
ReplyDeletecie yang juga calon ibu :P
ReplyDelete