“Kak Syifaaaa!!!”, anak kecil itu berteriak menghampiri
perempuan yang berjalan ke arahnya.
Ku lihat, perempuan itu menanggapinya dengan pelukan hangat.
Aku memperhatikan keduanya. Anak-anak yang lain ikut menghampiri perempuan itu.
Mereka berteriak kegirangan. Perempuan itu seperti membawa mainan bagi mereka.
“Yuk masuk kelas!”
Perempuan itu mengajak anak-anak masuk ke dalam
kelas. Sekolah hari ini libur. Ya, ini hari Sabtu. Tapi, hari ini tetap ramai
dengan anak-anak kecil yang sepertinya menanti perempuan itu disetiap pekan.
Sekolah ini berada di salah satu Desa di Kabupaten Bogor. akses untuk ke
sekolah ini tidak terlalu sulit. Aku melihat sekeliling sekolah. Hanya ada beberapa
pintu kelas saja, sekitar delapan atau sepuluh kelas. Perempuan itu masuk ke
dalam kelas diikuti yang lainnya.
“Gia, lihat ke arah sini!”
Perempuan itu memanggil salah satu dari mereka dan
mengarahkan lensa kamera ke arahnya.
Aku memperhatikan perempuan yang sudah akrab dengan mereka,
ku dengar tadi namanya Syifa.
Aku tersenyum melihatnya. Perempuan itu mengingatkan ku pada
satu sosok.
Aku memperhatikan hiruk pikuk di dalam kelas. Mereka asyik
berbicara satu sama lainnya. Beberapa juga berbicara dengan kakak-kakak yang
datang. Suasana kelas cukup ramai. kursi kelas hampir penuh oleh anak-anak yang
tidak berseragam. Ya, ini Sabtu. Ini merupakan kegiatan mengajar yang dilakukan
oleh suatu acara di kampus ku. Hari ini, aku mencoba menjadi volunteer.
“Jadi, kalian nggak boleh buang sampah sembarangan lagi
karena akan menimbulkan bau yang akhirnya menjadi sarang penyakit”, seorang
pembicara menjelaskan kepada anak-anak. Ditampilkannya gambar-gambar yang
menarik untuk mereka.
Mereka semua mengangguk kompak, meskipun umur mereka
berbeda-beda. Aku berkenalan dnegan slaah satu darinya, ia duduk di bangku
kelas 4. “Rara teh”, jawabnya ketika aku menanyakan namanya.
Aku tersenyum ke arahnya. Rambutnya yang lurus dikuncir
seperti ekor kuda. Ia berbisik-bisik dengan teman sebelahnya dan kemudian
tersipu-sipu. Aku tertawa melihatnya dan mencoba mengabadikan momen tersebut.
Kegiatan mengajar di sekolah ini berlangsung singkat. Sebagai penutup, kak
syifa meminta agar mereka menampilkan sebuah nyanyian di depan kelas. Dua aorang
anak perempuan mencoba menunjukkan dirinya. Aku tidak terlalu mengerti lagu
yang mereka nyanyikan. Yg aku dengar, mereka menyebut-nyebut kata ‘banana’. Aku
hanya mengambil gambar mereka dan tak sempat mengambil videonya, ah sayang
sekali.
Saat kegiatan usai, aku mencoba melihat sekeliling kelas.
Anak-anak memang kreatif. Ku lihat gantungan-gantungan buatan tangan mereka
sendiri terurai dijendela-jendela kelas. Aku membantu yang lainnya membereskan
kursi-kursi yang telah dipakai. Beberapa kursi harus dikembalikan ke kelas
sebelah. Ku angkat satu kursi ke dalam kelas sebelah. Aku melihat kerajinan
tangan yang lebih banyak didalam kelas ini. Rara, anak perempuan yang tadi
berkenalan dengan ku menghampiriku.
“kamu bisa bikin ini?”, tanya ku sambil menunjuk
burung-burung kertas yang terpajang di jendela.
“bisa teh”, jawabnya seraya tersenyum
“Wah...hebat. siapa yang ngajarin rara?”, tanya ku lagi
“Bu guru”, ia menjawab tanpa melihat ke arah ku, tangannya
asyik bergerak memainkan kertas bekas yang akan dijadikn burung-burung kertas.
Ia memberikan ku burung-burung kertas kemudian pergi begitu
saja. Aku mengambil burung-burung kertas dan menyimpannya di dalam tas. Ku tinggalkan
ruang kelas dan kembali beraur dengan yang lain.
Aku berfoto bersama yang lain dihalam sekolah. Kebanyakan
dari mereka berasal dari jurusan komunikasi. Ku abadikan sudut-sudut di sekolah
itu, entah kenapa sekolah ini amat berkesan bagi ku. Rasanya aku ingin kembali
kesini dan lebih dekat dengan anak-anak disekitarnya.
Kami berjalan menuju kampus melewati sawah dan kebun.
Berbeda saat kami datang kesini, ya, menggunakan angkutan umum.
“Wah, aku baru tahu loh kita bisa lewat sini!”, aku memasang
muka antusias
“Kapan-kapan ikut kita lagi aja ya!”, ajaknya. Tapi ia bukan
syifa.
Aku menggangguk seraya tersenyum. Sesekali kulirik syifa, ia
asyik dengan kameranya.
Aku tiba di asrama kampus setelah satu jam berjalan,
ditambah dengan mampir kesana-kemari. Badan ku letih bukan main. Ku ambil
burung kertas yang tadi, ku letakkan di atas meja belajar. Burung kertas itu
terus tergeletak disana.
Meja belajar ku semakin berkesan dengan satu burung kertas.
Ku lihat, burung itu telah nampak berdebu. Entah kenapa aku tak ingin
membuangnya. Warnanya pun sudah usang. Sudah berbulan-bula burung itu
tergeletak disana. Aku mencoba mengingat apa yang sempat diceritakn oleh
anak-anak di tempat ku menjadi volunteer. Ada yang bercerita bahwa mereka akan
tampil di kampus, entah acara apa. Aku benar-benar lupa.
Sekian lama burung kertas itu berada di meja belajar ku. aku
tetap belum membuangnya meski berdebu.
Sejak aku sibuk dengan beberapa tugas,
aku hampir mengubur keinginan ku untuk mengajar. Keinginan ini kembali muncul
saat bertemu anak-anak kecil dikantin. Aku mencoba mendaftar menjadi tenaga
pengajar non volunteer di salah satu tempat les. Sayang sekal, belum rezeki.
Oh ya, ada satu kegiatan yg menurut ku bagus untuk
dilakukan. Ya , kepo. Aku sering sekali memantau akun tweet kampus untuk
mendapatkan info-info. Hasil dari kepo tersebut, aku memfollow Sanggar Juara,
sebuah komunitas yang berbasis pendidikan dan lingkungan. Aku mencari-cari info
mengenai sanggar juara, melalui tumblr, bahkan mengontak untuk menjadi
volunteer, tapai sayang aku tidak mendapat respon. Aku menunggu sampai tiba open recruitment dari
Sanggar Juara. Dan.............................aku masuk!
Kegiatan mengajar Sanggar Juara berlangsung disetiap pekan.
Dihari Sabtu, SJ mengajar di Desa Pabuaran. Sementara itu, di Hari Minggu, SJ
mengajar didaerah Situ Leutik. Aku hanya bisa datang pada hari Minggu untuk
turun lapang perdana ini. Kami berjalan kaki melewati sawah dan kebun.
Sesampainya disana, ternyata sekolah tersebut adalah sekolah yang pada waktu
itu aku datangi. Anak-anak berlarian menghampiri kakak-kakak yang sudah mereka
kenal sebelumnya. Saat masuk didalam kelas, mereka menyanyikan lagu “Open Banana”.
Aku tersenyum selama kegiatan berlangsung. Mungkin ini yang dapat disebut
dengan intuisi. Ya, pada dasarnya, kita memang memiliki kewajiban untuk mencari
dan berhak mendapatkan apa yang telah kita cari.
No comments:
Post a Comment