Friday, April 19, 2013

Intuisi dan Sanggar Juara


“Kak Syifaaaa!!!”, anak kecil itu berteriak menghampiri perempuan yang berjalan ke arahnya.
Ku lihat, perempuan itu menanggapinya dengan pelukan hangat. Aku memperhatikan keduanya. Anak-anak yang lain ikut menghampiri perempuan itu. Mereka berteriak kegirangan. Perempuan itu seperti membawa mainan bagi mereka.
“Yuk masuk kelas!”
Perempuan itu mengajak anak-anak masuk ke dalam kelas. Sekolah hari ini libur. Ya, ini hari Sabtu. Tapi, hari ini tetap ramai dengan anak-anak kecil yang sepertinya menanti perempuan itu disetiap pekan. Sekolah ini berada di salah satu Desa di Kabupaten Bogor. akses untuk ke sekolah ini tidak terlalu sulit. Aku melihat sekeliling sekolah. Hanya ada beberapa pintu kelas saja, sekitar delapan atau sepuluh kelas. Perempuan itu masuk ke dalam kelas diikuti yang lainnya.
“Gia, lihat ke arah sini!”
Perempuan itu memanggil salah satu dari mereka dan mengarahkan lensa kamera ke arahnya.
Aku memperhatikan perempuan yang sudah akrab dengan mereka, ku dengar tadi namanya Syifa.
Aku tersenyum melihatnya. Perempuan itu mengingatkan ku pada satu sosok.
Aku memperhatikan hiruk pikuk di dalam kelas. Mereka asyik berbicara satu sama lainnya. Beberapa juga berbicara dengan kakak-kakak yang datang. Suasana kelas cukup ramai. kursi kelas hampir penuh oleh anak-anak yang tidak berseragam. Ya, ini Sabtu. Ini merupakan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh suatu acara di kampus ku. Hari ini, aku mencoba menjadi volunteer.
“Jadi, kalian nggak boleh buang sampah sembarangan lagi karena akan menimbulkan bau yang akhirnya menjadi sarang penyakit”, seorang pembicara menjelaskan kepada anak-anak. Ditampilkannya gambar-gambar yang menarik untuk mereka.
Mereka semua mengangguk kompak, meskipun umur mereka berbeda-beda. Aku berkenalan dnegan slaah satu darinya, ia duduk di bangku kelas 4. “Rara teh”, jawabnya ketika aku menanyakan namanya.
Aku tersenyum ke arahnya. Rambutnya yang lurus dikuncir seperti ekor kuda. Ia berbisik-bisik dengan teman sebelahnya dan kemudian tersipu-sipu. Aku tertawa melihatnya dan mencoba mengabadikan momen tersebut. Kegiatan mengajar di sekolah ini berlangsung singkat. Sebagai penutup, kak syifa meminta agar mereka menampilkan sebuah nyanyian di depan kelas. Dua aorang anak perempuan mencoba menunjukkan dirinya. Aku tidak terlalu mengerti lagu yang mereka nyanyikan. Yg aku dengar, mereka menyebut-nyebut kata ‘banana’. Aku hanya mengambil gambar mereka dan tak sempat mengambil videonya, ah sayang sekali.


Saat kegiatan usai, aku mencoba melihat sekeliling kelas. Anak-anak memang kreatif. Ku lihat gantungan-gantungan buatan tangan mereka sendiri terurai dijendela-jendela kelas. Aku membantu yang lainnya membereskan kursi-kursi yang telah dipakai. Beberapa kursi harus dikembalikan ke kelas sebelah. Ku angkat satu kursi ke dalam kelas sebelah. Aku melihat kerajinan tangan yang lebih banyak didalam kelas ini. Rara, anak perempuan yang tadi berkenalan dengan ku menghampiriku.
“kamu bisa bikin ini?”, tanya ku sambil menunjuk burung-burung kertas yang terpajang di jendela.


“bisa teh”, jawabnya seraya tersenyum
“Wah...hebat. siapa yang ngajarin rara?”, tanya ku lagi
“Bu guru”, ia menjawab tanpa melihat ke arah ku, tangannya asyik bergerak memainkan kertas bekas yang akan dijadikn burung-burung kertas.
Ia memberikan ku burung-burung kertas kemudian pergi begitu saja. Aku mengambil burung-burung kertas dan menyimpannya di dalam tas. Ku tinggalkan ruang kelas dan kembali beraur dengan yang lain.  
Aku berfoto bersama yang lain dihalam sekolah. Kebanyakan dari mereka berasal dari jurusan komunikasi. Ku abadikan sudut-sudut di sekolah itu, entah kenapa sekolah ini amat berkesan bagi ku. Rasanya aku ingin kembali kesini dan lebih dekat dengan anak-anak disekitarnya.
Kami berjalan menuju kampus melewati sawah dan kebun. Berbeda saat kami datang kesini, ya, menggunakan angkutan umum.
“Wah, aku baru tahu loh kita bisa lewat sini!”, aku memasang muka antusias
“Kapan-kapan ikut kita lagi aja ya!”, ajaknya. Tapi ia bukan syifa.
Aku menggangguk seraya tersenyum. Sesekali kulirik syifa, ia asyik dengan kameranya.
Aku tiba di asrama kampus setelah satu jam berjalan, ditambah dengan mampir kesana-kemari. Badan ku letih bukan main. Ku ambil burung kertas yang tadi, ku letakkan di atas meja belajar. Burung kertas itu terus tergeletak disana.
Meja belajar ku semakin berkesan dengan satu burung kertas. Ku lihat, burung itu telah nampak berdebu. Entah kenapa aku tak ingin membuangnya. Warnanya pun sudah usang. Sudah berbulan-bula burung itu tergeletak disana. Aku mencoba mengingat apa yang sempat diceritakn oleh anak-anak di tempat ku menjadi volunteer. Ada yang bercerita bahwa mereka akan tampil di kampus, entah acara apa. Aku benar-benar lupa.  
Sekian lama burung kertas itu berada di meja belajar ku. aku tetap belum membuangnya meski berdebu.
 Sejak aku sibuk dengan beberapa tugas, aku hampir mengubur keinginan ku untuk mengajar. Keinginan ini kembali muncul saat bertemu anak-anak kecil dikantin. Aku mencoba mendaftar menjadi tenaga pengajar non volunteer di salah satu tempat les. Sayang sekal, belum rezeki.  
Oh ya, ada satu kegiatan yg menurut ku bagus untuk dilakukan. Ya , kepo. Aku sering sekali memantau akun tweet kampus untuk mendapatkan info-info. Hasil dari kepo tersebut, aku memfollow Sanggar Juara, sebuah komunitas yang berbasis pendidikan dan lingkungan. Aku mencari-cari info mengenai sanggar juara, melalui tumblr, bahkan mengontak untuk menjadi volunteer, tapai sayang aku tidak mendapat respon.  Aku menunggu sampai tiba open recruitment dari Sanggar Juara. Dan.............................aku masuk!
Kegiatan mengajar Sanggar Juara berlangsung disetiap pekan. Dihari Sabtu, SJ mengajar di Desa Pabuaran. Sementara itu, di Hari Minggu, SJ mengajar didaerah Situ Leutik. Aku hanya bisa datang pada hari Minggu untuk turun lapang perdana ini. Kami berjalan kaki melewati sawah dan kebun. Sesampainya disana, ternyata sekolah tersebut adalah sekolah yang pada waktu itu aku datangi. Anak-anak berlarian menghampiri kakak-kakak yang sudah mereka kenal sebelumnya. Saat masuk didalam kelas, mereka menyanyikan lagu “Open Banana”. Aku tersenyum selama kegiatan berlangsung. Mungkin ini yang dapat disebut dengan intuisi. Ya, pada dasarnya, kita memang memiliki kewajiban untuk mencari dan berhak mendapatkan apa yang telah kita cari. 


No comments:

Post a Comment